Beranda | Artikel
Menggemarkan Shalat Sunnah Rawatib
Senin, 9 Maret 2015

Khutbah Pertama:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُهُ وَخَلِيْلُهُ وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ وَمُبَلِّغُ النَّاسِ شَرْعِهِ، مَا تَرَكَ خَيْراً إِلَّا دَلَّ الأُمَّةَ عَلَيْهِ وَلَا شَرّاً إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.

Ibadallah,

Di antara amalan agung yang kita lihat disia-siakan banyak kaum muslimin pada hari ini adalah shalat sunnat rawatib. Yang dimaksud dengan shalat sunnah rawatib, yaitu shalat-shalat yang mengiringi shalat wajib, baik sebelum maupun sesudahnya. Ada yang mendefinisikannya dengan shalat sunnah yang ikut shalat wajib. Yaitu shalat yang terus dilakukan secara kontinyu yang mendampingi shalat fardhu.

Bagaimanakah kedudukan shalat sunnah rawatib ini, sehingga para ulama sangat memperhatikannya?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ

“Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab dari seorang hamba adalah shalatnya. Apabila bagus maka ia telah beruntung dan sukses, dan bila rusak maka ia telah rugi dan menyesal. Apabila kurang sedikit dari shalat wajibnya maka Rabb k berfirman: “Lihatlah, apakah hamba-Ku itu memiliki shalat tathawwu’ (shalat sunnah)?” Lalu shalat wajibnya yang kurang tersebut disempurnakan dengannya, kemudian seluruh amalannya diberlakukan demikian.” (HR. at-Tirmidzi).

Dari hadits tersebut, menjadi jelaslah betapa shalat sunnah rawatib memiliki peran penting, yakni untuk menutupi kekurangsempurnaan yang melanda shalat wajib seseorang. Terlebih lagi harus diakui sangat sulit mendapatkan kesempurnaan tersebut, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ تُسْعُهَا ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا

“Sesungguhnya seseorang selesai shalat dan tidak ditulis kecuali hanya sepersepuluh shalat, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya sepertiganya, setengahnya.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Ibadallah,

Ada beberapa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan keutamaan shalat sunnah rawatib secara umum, dan ada juga yang khusus pada satu shalat sunnah rawatib tertentu, seperti keutamaan shalat sunnah sebelum subuh.

Di antara hadits yang menunjukkan keutamaan shalat sunah rawatib secara umum, ialah hadits Ummu Habibah, yang berbunyi:

مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلَّا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

“Tidaklah seorang muslim shalat karena Allah setiap hari dua belas rakaat shalat sunnah, bukan wajib, kecuali akan Allah membangun untuknya sebuah rumah di surga.” (Riwayat Muslim).

Jumlah rakaat ini ditafsirkan dalam riwayat at-Tirmidzi dan an-Nasa-i, dari hadits Ummu Habibah sendiri, yang berbunyi:

قَالَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ

Ummu Habibah berkata,”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:’Barang siapa yang shalat dua belas rakaat maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga; empat rakaat sebelum zhuhur dan dua rakaat setelahnya, dua rakaat setalah maghrib, dua rakaat sesudah isya, dan dua rakaat sebelum shalat subuh’.”

Dalam riwayat lain dengan lafazh:

مَنْ ثَابَرَ عَلَى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بَنَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang terus-menerus melakukan shalat dua belas rakaat, maka Allah membangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (HR. an-Nasa-i).

Riwayat ini menunjukkan sunnahnya membiasakan dan secara rutin agar kita mengerjakan shalat dua belas rakaat tersebut setiap hari. Sehingga, siapapun yang membiasakan diri melakukan sunnah-sunnah rawatib ini, ia termasuk dalam keutamaan tersebut. Dan ini dikuatkan dengan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana tersebut dalam hadits Ibnu Umar berikut ini.

حَفِظْتُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ وَكَانَتْ سَاعَةً لَا يُدْخَلُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا حَدَّثَتْنِي حَفْصَةُ أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ وَطَلَعَ الْفَجْرُ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ

“Aku hafal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sepuluh rakaat: dua rakaat sebelum zhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya, dan dua rakaat sebelum shalat subuh. Dan ada waktu tidak dapat menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Hafshah menceritakan kepadaku, bila muadzin beradzan dan terbit fajar, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dua rakaat.”

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim terdapat tambahan lafazh:

وَسَجْدَتَيْنِ بَعْدَ الْجُمُعَةِ فَأَمَّا الْمَغْرِبُ وَالْعِشَاءُ فَفِي بَيْتِهِ

“Dan dua rakaat setelah Jumat. Adapun (shalat sunnah rawatib) maghrib dan isya dilakukan di rumahnya.”

Dalam riwayat Muslim berbunyi:

فَأَمَّا الْمَغْرِبُ وَالْعِشَاءُ وَالْجُمُعَةُ فَصَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِهِ

“Adapun (shalat sunnah rawatib) maghrib, Isya dan Jumat, aku lakukan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumahnya.”

Kaum muslimin rahimakumullah,

Berkaitan dengan faidah shalat sunnah rawatib ini, para ulama memberikan penjelasan: “Faidah rawatib ini, ialah menutupi (melengkapi) kekurangan yang terdapat pada shalat fardhu”. Keutamaan lainnya adalah sebagai tambahan kebaikan, menghapus kejelekan, meninggikan derajat, menutupi kekurangan dalam shalat fardhu. Sehingga Syaikh al-Basam mengingatkan, menjadi keharusan bagi kita untuk memperhatikan dan menjaga kesinambungannya.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِهَدْيِ سَيِّدِ المُرْسَلِيْنَ وَقَوْلُهُ القَوِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.

Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرِ لَهُ عَلَى مَنِّهِ وَجُوْدِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ تَعْظِيْماً لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلدَّاعِيْ إِلَى رِضْوَانِهِ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ.

أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى .

Ibadallah,

Pada khotbah pertama telah khotib jelaskan apa itu shalat rawatib dan keutamaannya. Mudah-mudahan dengan penjelasan shalat rawatib secara umum itu dapat menghidupkan kembali dan memperbarui semangat kita dalam menunaikannya.

Berikutnya, ada keistimewaan khusus yang Allah Ta’ala jadikan pada shalat rawatib subuh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hal itu dalam banyak hadits. Di antaranya adalah:

Pertama: Hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha yang berbunyi:

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا. أخرجه مسلم.

Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,”Dua rakaat fajar (subuh) lebih baik dari dunia dan seisinya.” (HR. Muslim).

Kedua: Hadits Aisyah radhyallahu ‘anha lainnya yang berbunyi:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللّه عَنْهُمَا قَالَتْ لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنْ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ أخرجه الشيخان

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan satu pun shalat sunnah yang dilakukan secara terus-menerus melebihi dua rakaat (shalat rawatib) subuh.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam dua hadits di atas, nampak adanya pernyataan dan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang secara langsung menunjukkan keutamaan shalat rawatib ini.

Ketiga: Hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha berbunyi:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللّه عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَدَعُ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ أخرجه البخاري

Aisyah berkara, “Sesungguhnya dahulu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan empat rakaat sebelum zhuhur dan dua rakaat sebelum subuh.” (HR. Bukhari).

Mudah-mudahan penjelasan yang singkat tentang shalat rawatib ini mampu menggugah semangat kita untuk mengamalkannya. Meramaikan rumah-rumah atau masjid-masjid kita dengan shalat sunnah ini. Sehingga pahala shalat wajib kita kian sempurna dan kekurangan-kekurangannya tertutupi.

Wallahul-Muwaffiq.

عِبَادَ اللهِ: وَ صَلُّوْا وَسَلِّمُوْا -رَعَاكُمُ اللهُ- عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى الله عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)).

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ. اَللَّهُمَّ احْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ وَارْزُقْهُ البِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَّاصِحَةَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.

للَّهُمَّ اغْفِرْ ذُنُوْبَ المُذْنِبِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَتُبْ عَلَى التَّائِبِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَارْحَمْ مَوْتَانَا وَمَوْتَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَاشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَى المُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ فَرِجّْ هُمُ المَهْمُوْمِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ وَفَرِّجْ كَرْبَ المَكْرُوْبِيْنَ، وَاقْضِ الدَّيْنَ عَنِ المَدِيْنِيْنَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ أَنْتَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ. { رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ }.{ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }.

عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ .

Oleh tim KhotbahJumat.com
Artikel www.KhotbahJumat.com

Print Friendly, PDF & Email

Artikel asli: https://khotbahjumat.com/3197-menggemarkan-shalat-sunnah-rawatib.html